Hikmah Dibalik Bencana

4:19 PM

Peringatan demi peringatan dari sang Pencipta diperlihatkan terus secara beruntun di negeri ini.

Saya membaca salah satu tajuk rencana sebuah Koran local bahwa ternyata kita tidak hanya kaya sumber daya alam, tetapi juga kaya dengan bencana.

Sebagai bangsa, kita tentu terpukul dengan adanya bencana yang bertubi-tubi. Jika tidak memiliki sejarah sebagai bangsa yang tangguh, tentu kita sudah sulit untuk bangkit dari trauma bencana. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang terletak di antara dua lempeng bumi sehingga menjadi negara yang rentan terkena dampak bencana alam.

Menghadapi situasi ini, warga seharusnya tidak perlu terkejut kalau terjadi bencana, tetapi sudah bisa lebih tenang karena telah mengantisipasi datangnya bencana. Hal ini yang disebut hidup berdampingan dengan bencana sehingga sudah membuat persiapan untuk menguasai risikonya.

Selain itu, menyesuaikan tindakan dan perilaku agar tidak jatuh korban lebih banyak jika terjadi bencana. Tetapi bencana tentulah tidak datang begitu saja. Ada alasan dari sang Penguasa alam semesta untuk menghadirkan bencana.

Oleh karena itu, kita tidak bisa melewatkan sebuah peristiwa bencana begitu saja tanpa menarik makna dari kejadian tersebut. Terutama bencana yang disebabkan manusia.

Karena tidak pernah belajar dari bencana akibat orang menjadi sibuk saat terjadi bencana, maka begitu usai langsung terlupakan sehingga selalu terlambat mengantisipasi . Tak heran jika kita selalu terlihat sebagai bangsa yang baru belajar menghadapi bencana. Akibatnya, persoalan yang timbul dari bencana tidak pernah bisa dihadapi dengan baik dan korban sering terjebak dari masalah tersebut.

Keserakahan manusia dalam mengelola lahan secara tak terkendali sehingga menyebabkan penggundulan hutan. Akibatnya, saat hujan datang rakyat kebanjiran dan saat kemarau tiba rakyat kesulitan air.

Jadi, pelajaran dan hikmah yang bisa dipetik dari berbagai bencana yang datang bertubi-tubi adalah alam memang tidak bisa dibuat semena-mena. Sebab, alam dengan gayanya sendiri atas izin dan kehendak sang khalik tentu akan melakukan penyeimbangan terhadap dirinya sendiri.

Cara dan gaya penyeimbangan alam terhadap dirinya itu ada yang bisa ditebak, tapi juga tidak sedikit yang tak terdeteksi. Karena itu, kita sebagai makhluk yang paling "pintar" di antara semua makhluk hidup dan nyata di muka bumi ini, hendaknya bisa mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. 

Kedua bencana alam baru saja terjadi lagi secara beruntun di negeri kita. Gempa tektonik yang menyebabkan tsunami menerjang Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat, dan gempa vulkanik yang disebabkan oleh erupsi Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Keduanya mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa.

Bencana alam semacam itu, sekali lagi, memang tidak mungkin ditolak oleh manusia. Tidak ada yang bisa menahan gunung berapi agar tidak memuntahkan lahar dan meletus. Tidak ada yang bisa menahan pergerakan lempeng kulit bumi agar tidak bergerak. Manusia harus menerimanya sebagai sebuah takdir yang pasti.

Tapi menyiasati bencana agar tidak menimbulkan efek kerusakan atau korban jiwa manusia, adalah suatu hal yang mungkin, dan karena itu perlu dilakukan.

Menyiasati efek bencana juga seharusnya menjadi concern masyarakat sendiri. Misalnya kepatuhan terhadap imbauan evakuasi dan ketaatan untuk tidak memasuki daerah terlarang.

Apalagi jika disertai penerangan masyarakat dan latihan-latihan yang terus dimasyarakatkan bagaimana mengevakuasi diri bila terjadi bencana. Semuanya merupakan bagian dari upaya menyiasati bencana alam bila sewaktu-waktu terjadi.

Kita janganlah menjadi bangsa yang tidak pernah belajar dari pengalaman, termasuk belajar dari pengalaman mengalami bencana. Bencana alam memang ada yang tidak bisa dielakkan, tapi bencana alam bisa disiasati.

Bencana, betapapun terasa merugikan, juga pada dirinya ada pelajaran yang harus diambil. Ada hikmahnya yang bisa dipetik, agar kita bisa hidup dan mengelola alam kehidupan kita dengan lebih baik dan lebih bijak.

Saatnya untuk kita lebih banyak introspeksi.

Fatamorgana